Perlukah, Sumpah Pemuda III ?
“Coy, tanggal 28 Oktober hari apa?”
”Ah, eloh masak kagak tahu. Ya Selasa--lah,”
”Maksud gueh 28 Oktober itu memperingati hari apa?”
”Sorry men, Mene gue tehe,”
”Payah loh. 28 Oktober ya Hari Sumpah Pemuda,”
Cuplikan percakapan tersebut, sebagai sekedar penggambaran sikap sebagian kecil kaum muda saat ini. Maklum, peristiwa bersejarah bagi pemuda Indonesia itu memang terjadi jauh sebelum mereka lahir. Jauh sebelum bapak-ibu mereka berproses: ketemu, pacaran dan nikah kemudian melahirkan mereka sekarang. Kejadiannya, pada 28 Oktober, 80 tahun lalu. Saat pemuda-pemudi bersatu dan bersumpah, demi republik ini. Itu zamannya embah atau buyut generasi sekarang, yang kini hidup di alam modern dan serba instan.
Bisa dimaklumi dan tidak harus serta merta menyalahkan mereka, bila dialog tersebut mencerminkan ketidakpedulian, ketidaktahuan pemuda-pemudi zaman sekarang, atas Sumpah Pemuda yang dicetuskan lewat Kongres Pemuda II yang berlangsung 27-28 Oktober 1928. Peristiwa bersejarah dan berbobot persatuan itu terjadi sudah lama dan telah tergulung oleh era-era baru yang semakin modern.
Perubahan zaman adalah faktor utama biang lekangnya arti peristiwa heroik tersebut. Tak ada parameter yang bisa dipakai untuk menilai atau mengukur memudarnya semangat Sumpah Pemuda atas generasi muda, dengan Bertanah Air, Berbangsa, Berbahasa Satu, Indonesia.
Misalnya, soal ’Berbahasa Satu, Indonesia’. Itu bukan berarti kita tidak perlu belajar bahasa asing, seperti halnya kita harus mempelajari bahasa daerah. Sebab, ketika kita berkunjung ke suatu negara, bahasa yang relatif mudah untuk berkomunikasi adalah bahasa Inggris. Demikian juga ketika berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia, kita tentu akan merasa kesulitan berkomunikasi dengan masyarakat setempat, karena satu sama lain memiliki bahasa daerah yang berbeda. Tetapi dengan berbahasa Indonesia, komunikasi menjadi lancar. Kecuali bila dengan bahasa Indonesia yang sudah digaulkan, diprokemkan, dibetawikan, atau dikombinasikan dengan bahasa asing, akan lain urusannya.
Yang penting, memperingati Hari Sumpah Pemuda jangan hanya sebatas seremonial, atau peringatan rutin setiap tanggal 28 Oktober. Namun lebih memaknai substansinya yang disesuaikan dengan perkembangan zaman secara positif. Karena apapun alasannya, pencetusan Sumpah Pemuda bukan tidak melalui proses yang panjang dan berat. Selain melalui perdebatan sengit para pemuda pendahulu kita, harus berlangsung Kongres Pemuda I (1926) dan Kongres Pemuda II (1928). Bayangkan, pada tahun-tahun itu (1928), alat komunikasi belum ada, kendaraan masih sangat terbatas. Mereka dari berbagai elemen masyarakat yang tersebar di berbai pulau yang susah dijangkau, berhasil menyatukan satu visi, satu tekad, melakukan sumpah untuk mempersatukan negeri ini.
Dan dalam tenggat waktu antara Kongres Pemuda I dan II itu, para pemuda harus mengalami tekanan, provokasi serta upaya adu domba dari pihak penjajah (Belanda) yang tidak menginginkan rakyat Indonesia bersatu. Misalnya, dari Hendrikus Colijn mantan Menteri Urusan Daerah Jajahan, lalu oleh Perdana Menteri Belanda dan mantan ajudan Gubernur Jenderal van Heutz, dengan menyebarkan pamflet yang menyebutkan, bahwa Kesatuan Indonesia sebagai konsep kosong. Alasannya, masing-masing pulau dan daerah Indonesia terdiri dari etnis yang terpisah-pisah, sehingga masa depan jajahan ini akan hidup dengan terpecah-pecah di wilayah masing-masing.
Jadi, masih relevankah Sumpah Pemuda II bagi generasi saat ini? Masih, dan tak perlu diperdebatkan. Karena Sumpah Pemuda sangat bisa diimplementasikan sampai kapanpun. Isi Sumpah Pemuda memiliki nilai dan kekuatan luar biasa untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan NKRI dari gangguan kekuatan yang ingin merongrong, memecah belah, baik dari dalam maupun dari luar.
Sumpah Pemuda bisa menjadikan pegangan, agar generasi muda tidak gampang diprovokasi, diadu domba dan tidak rentan konflik dan tawuran, seperti yang sering terjadi di beberapa sekolah dan perguruan tinggi belakangan ini. Bukan tidak mungkin, Sumpah Pemuda hasil Kongres Pemuda II 1928, bisa lebih disempurnakan, dikuatkan, dan disesuaikan dengan perkembangan zaman yang terus berubah, dengan Kongres Pemuda III. Mungkinkah?(*)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment