Jangan Lupakan Usaha Kecil
Amerika Serikat (AS) benar-benar negara adidaya di segala bidang. Kebijakan politik luar negerinya, kecanggihan teknologinya, kekuatan milter dan ekonominya, dan orang menyebutnya sebagai negara super power. Bahkan AS malah menepuk dada, ketika memperoleh predikat sebagai ’polisi dunia’. Kini satu ’gelar’ lagi didapat dan tak kalah hebatnya dalam mempengaruhi dunia, Krisisnya. Akibat krisis itu, pemerintahan Bush harus mencari dana talangan USD700 miliar, untuk menutup kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar yang semula dibanggakan AS.
Runtuhnya sistem keuangan AS tentu berimbas ke berbagai penjuru dunia, karena pasar dunia semua berkaitan dengan sistem keuangan AS, termasuk Indonesia. Nilai harga saham dunia terus anjlok, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pun ikut terseret terjun bebas. Rabu (8/10) pekan lalu sempat merosot hingga 47,13 persen. Perusahaan-perusahaan yang sahamnya dijaminkan atas hutang, dibayang-bayangi kebangkrutan, karena nilai sahamnya terus merosot..
Pemerintah nampaknya cepat tanggap dalam menyikapi kondisi tersebut. Melalui tim keuangan yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati patut diacungi jempol, cekatan dan strategis. Langkah pertama, perdagangan Bursa Efek Indonesia disuspensi (dihentikan sementara), sejak Kamis (9/10) hingga Sabtu (11/10), dan dibuka kembali Senin (13/10). Hasilnya tak terlalu buruk, bahkkan mengalami kenaikan meski hanya 0.70 persen, meski sempat anjlok 0,90 persen di sesi pertama.
Langkah berikutnya adalah meredam keresahan masyarakat atas dananya yang disimpan di bank, akibat nilai tukar rupiah terus tertekan, mulai dari Rp9..885 (8/10), bahkan sempat menyentuh Rp10.050 (12/10). Caranya, selain Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau agar masyarakat tenang, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk mengawal Undang-undang Bank Indonesia Pasal 11 ayat 1 tentang batas penjaminan atas simpanan hingga Rp100 juta, lewat Perpu itu, simpanan yang dijamin pemerintah menjadi Rp 2 miliar. Dari dua kebijakan cepat pemerintah itu, hasilnya, selain menaikkan IHSG, juga menguatkan nilai tukar rupian 50 poin, Senin (13/10).
Sudah amankah perekonomian Indonesia? Tentu belum, sepanjang ekonomi global belum pulih. Karena pemerintah baru melakukan langkah memberikan ekspektasi kepada ekonomi makro. Belum sampai kepada sektor riil yang sangat rentan dengan pengaruh pasar global yang sekarang sedang kesulitan finansial, sehinga daya beli merosot drastis, akibatnya, nilai ekspor menurun, dan daya beli dalam negeri pun terimbas. Yang selama ini sedang lemah, kini bertambah loyo.
Dampak krisis memang tak memilah-milah korbannya. Mulai dari konglomerat hingga masyarakat kalangan bawah yang tidak tahu menahu dan tidak mengerti apa penyebabnya.
Maka selain pemerintah melakukan penyelamatan bagi pelaku bisnis berskala nasional dan internasional, juga jangan lupa masyarakat kecil yang tak pernah terhindar dari berbagai kesulitan yang dialami negeri selama ini.
Pemerintah, harus menyadari, bahwa ekonomi kerakyatan telah teruji dan tahan banting dalam mengatasi krisis Indonesia yang tak kunjung membaik, kini saatnya diperbaiki. Antaralain dengan menurunkan suku bunga Bank Indonesia (SBI) yang kini masih tinggi (9,5 persen). Pemerintah juga harus memberikan kemudahan dalam pemberian kredit kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengan (UMKM), sebagai lokomotif ekonomi kerakyatan.
Untuk itu bank-bank juga harus ikut menjaga agar masyarakat tidak panik, dengan melakukan pelonggaran likuiditas. Kalau itu tidak dilakukan, dampaknya masyarakat akan enggan dan ketat membelanjakan uangnya, maka daya belipun menurun. Akibatnya, ekonomi kerakyatan akan tetap sulit.(*)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment